Cerita Gay Melayu Malaysia,Indonesia & Singapore.

Rabu, 24 Februari 2016

BANG ROSYID DITINGGAL ISTRI 4

SUARA azan subuh membangunkanku yang tertidur di atas meja. Aku mengucek mataku beberapa saat untuk mengembalikan penglihatanku yang memburam. Kulihat layar laptopku sudah menghitam. Saat kugoyangkan tetikusnya hingga layarnya kembali aktif, aku kembali kecewa karena setelah menunggu dari tengah malam, istriku yang berjanji akan melakukan panggilan video online, lagi-lagi tidak menepati janjinya.

Aku menghela nafas. Belakangan ini memang istriku yang bekerja di luar negeri sudah jarang menghubungiku melalui sambungan internet. Macam-macam saja alasannya. Sambungan kurang bagus lah, tertidur, atau banyak pekerjaan. Awalnya aku memang kesal, karena semua ide ini untuk memasang perangkat komputer lengkap dengan penunjang sambungan internetnya berasal dari istriku. Akupun mengiyakan usulnya karena ingin hubunganku dengan istriku berjalan mulus walau terpisah oleh jarak. Tapi pagi ini? rasa kesalku berkurang karena kejadian semalam.

Kuraih ponselku yang layarnya terdapat ikon pesan yang belum terbaca. Rupanya Karim mengirimiku SMS semalam setelah kami pulang dari ladang. “Bang.. terima kasih udah jadi yang pertama buat Karim. Karim ngerasa bahagia.. :)” Aku tersenyum membaca pesan itu. Semalam… semalam terjadi peristiwa luar biasa. Entah perasaan apa yang mendorongku bercinta dengan Karim. Anak remaja tetanggaku itu memang pernah kumanfaatkan sebagai pelepas syahwatku ketika sedang membuncah dan tak tahu kepada siapa harus kulampiaskan. Dua kali kubiarkan dia mengisap penisku. Malam itu, setelah aku membuatnya marah, Karim menemuiku. Aku tak kuasa menahan diri. Mungkin rasa bersalah atau karena ada sedikit timbul perasaan sayang, aku melakukan hubungan intim dengannya.

Betapa aku masih belum percaya bahwa Karim masih perjaka malam itu. Aku menyetubuhinya seperti aku mendapatkan malam pertama seorang gadis perawan. Ketika aku mencapai puncak, kulihat setitik darah di ujung penisku saat menariknya dari pantat Karim. Aku yang khawatir bertanya pada Karim, namun dia hanya tersenyum tampak bahagia dan memelukku erat seakan tak mau melepaskanku. Tapi kami tak bisa berlama-lama di ladang. Aku dan Karim kembali ke rumah hampir tengah malam. Saat masuk ke rumahnya, Karim masih memandangiku sambil tersenyum. Ah, tindakanku sudah semakin jauh. Aku tak ingin Karim terlalu berharap padaku. Tapi aku juga rasanya tak mau ini segera berakhir.

“Nek?” sapaku saat aku keluar dari pintu dapur dan melihat neneknya Karim sedang bersiap mengambil air wudhu.

“Eh, Rosyid… nenek mau sholat. Tadi nenek bangunin Karim, tapi kayaknya itu anak masih ngantuk. Kayak kecapekan begitu,” keluh nenek Karim.

Aku berusaha menahan tawa mendengar kata-kata kecapekan. Mungkin anak itu lelah setelah melayani nafsuku di ladang semalam.

“Oh.. kalau gitu Rosyid mandi dulu Nek,” kataku sambil mengambil handuk yang tergantung di kawat jemuran.

Nenek Karim mendadak terkekeh, “Hayo.. kamu abis apa Syid? mandi subuh-subuh gini..”

Abis ngentot sama cucu nenek! jawabku dalam hati.

“Ah, Nenek ngeledek aja. Enggak abis ngapa-ngapain laah.. biar yakin aja udah bersih,” jawabku berbohong.

Nenek Karim masih terkekeh sambil geleng-geleng kepala saat berlalu menuju pancuran untuk berwudhu. Aku segera kembali ke dalam rumah untuk mandi.

Saat aku selesai dan kembali ke kamar hanya mengenakan handuk, aku terkejut karena Karim sudah menungguku di dalam.

“Rim? ngapain kamu di sini?” tanyaku bingung.

Karim meletakkan telunjuk pada bibirnya sebagai isyarat agar aku tidak berbicara keras-keras.

“Karim tadi bilang sama nenek mau jalan-jalan sebentar di luar, tapi sebenernya Karim diem-diem masuk ke rumah abang, hehe..” kekehnya.

“Dasar anak tukang bohong!” godaku.

“Biarin. Abis Karim kangen abang,” katanya Manja sambil mendekatiku dan merangkul leherku.

“Eh.. eh.. Abang baru mandi junub ini! jangan macem-macem lagi.. masa musti mandi lagi?”

“Gapapalah bang.. Karim mau nyari sarapan dulu di sini sebelum berangkat sekolah..” kata Karim sambil mendekatkan bibirnya padaku. Aku tak kuasa menolak dan balas mencium Karim. Kubiarkan tangannya melepas handukku.

“Sa..sarapan?” tanyaku tak mengerti.

Karim tak menjawab. Dia malah berlutut dan mulai menggenggam penisku.

“Sssh.. Karim!” kataku berusaha menolak.

Tapi Karim tak menggubris penolakanku. Dia meneruskan aksinya melahap penisku sedikit demi sedikit masuk ke dalam mulutnya batang yang masih setengah keras itu.

“Akhh…” aku bersuara agak keras ketika merasakan aliran darah mengisi pembuluh darah pada penisku hingga kemudian membuatnya mengeras di dalam mulut Karim.

Bertambahnya volume penisku di dalam mulutnya membuat Karim menggumam-gumam tak jelas. Dia memejamkan matanya seolah sangat menikmati batang yang berada dalam mulutnya. Melihat dirinya tampak begitu menginginkan penisku, aku berinisiatif memegangi kepala Karim dan mulai mendorong penisku lebih cepat ke dalam mulutnya.

“Humm…mmmm…” gumam Karim nampak kewalahan.

Penisku sudah terlihat basah oleh liurnya ketika Karim bersusah payah membuatnya tetap berada di dalam mulutnya. Kurasakan ujung kepala penisku menekan-nekan dinding mulut Karim hingga terlihat menonjol keluar. Aku belum pernah merasakan begitu diinginkan oleh seseorang seperti ini.

Karim menghentikan gerakannya. dia mengatur nafasnya dan menatapku. Bibirnya basah oleh liurnya sendiri.

“Bang, sampe keluar di mulut ya?” katanya.

Aku tak menjawab. Kuangkat tubuhnya dan kudorong remaja itu ke atas ranjang membelakangiku. Kutahan punggungnya agar dia tak memberontak.

“Bang? katanya enggak mau mandi lagi nih?” katanya protes walau nadanya terdengar seperti meledek.

Aku tak menjawab. Kuangkat kaus Karim dan meloloskannya dari kepala. Kuturunkan celana pendeknya hingga lutut sampai pantat mulus Karim terlihat jelas. Kupukul mesra pantat Karim beberapa kali sambil sesekali meremasnya. Aku yang sudah merasakan nikmatnya jepitan remaja ini mana mungkin bisa tahan hanya dengan seks oral seperti sebelumnya?

“Auw! Abang nakal!” protes Karim.

“Nakal?” tanyaku sambil menggeram gemas.

“Iya.. Naka.. Akh! Abaang!” pekik Karim ketika tanpa peringatan aku langsung mendorong batang penisku ke dalam pantat Karim.

Khawatir teriakan anak itu didengar oleh orang lain, Aku membungkuk dan buru-buru menekap mulut Karim menyuruhnya diam.

“Ssst.. nanti nenek kamu dengar!”

“Abisnya abang main langsung gitu!” protes Karim.

“Soalnya abang kangen sama Karim… jadi enggak sabar deh..” aku berkata gombal merayu anak ini. Penisku telanjur bersarang di antara kedua belah pantatnya dan rasanya sayang jika harus kukeluarkan lagi. Satu-satunya cara adalah merayunya agar Karim tak marah.

“Tapi jangan bergerak dulu ya, Bang? biarin dulu sampe Karim gak ngerasa perih..” pintanya.

“Iya Karim sayang.. abang juga lagi nikmatin dulu di dalem Karim…” rayuku lagi sambil menciumi pipi dan pundak remaja itu. Kulihat Karim tersenyum. Tubuhnya sudah mulai terasa rileks.

Setelah beberapa lama, aku berbisik pada Karim sambil menjilati telinganya.

“Abang genjot sekarang ya?”

Karim mengangguk sambil menggumam. Dia kemudian menoleh dan berkata, “Nanti keluarinnya di mulut Karim ya, bang?”

“Di.. di mulut?” tanyaku takjub.

“Iya Bang.. kalau udah mau keluar, cabut dan keluarin di mulut Karim..” pintanya.

Kata-kata itu menyulut birahiku. Tanpa menunggu waktu, aku bangkit dan menahan pinggang Karim dan mulai menggoyang pinggulku.

“Akhh!!” Karim memekik sambil melengkungkan punggungnya. Dia menatapku antara tatapan kesakitan bercampur keenakan sambil meremas sprei di ranjang. Tubuhnya ikut terlonjak-lonjak ketika secara ganas aku menghajar pantatnya dengan posisi berdiri sementara Karim terbaring pasrah telungkup di atas ranjang.

Aku menggeram gemas sambil mempercepat gerakanku. Kulihat batang penisku keluar masuk lubang anus Karim berkali-kali hingga kadang saking gemasnya kubenamkan seluruh batang itu sampai jembutku mengenai kulit pantatnya.

“Aaarrgghh.. nggh.. Abang…” rengek Karim ketika aku semakin ganas menyetubuhinya sambil kupegangi bahunya dan sesekali merenggut rambutnya hingga kepalanya tertarik ke belakang.

Kurang puas dengan posisi itu, aku naik ke atas ranjang dan mengangkat pantat Karim sementara kepalanya dia benamkan ke atas bantal. Aku lalu berdiri dan kini aku memegangi pantatnya sambil pinggangku naik turun menusuknya dengan penisku. Berkali-kali tanpa jeda aku menghujamkan penisku pada anus Karim yang tubuhnya pasrah menjadi pemuas nafsuku.

“UUh.. Abang.. nggh..” Erangnya ketika dia menyentuh penisnya sendiri yang sudah sangat tegang dan tak lama kemudian mengeluarkan sperma yang menetes pada sprei.

“Oaarggh.. Abang mau keluar…” geramku.

“Keluarin di mulut Karim, Bang! keluarin…!” pekik Karim penuh harap.

“Arrrggh..” erangku lagi sambil mencabut batang penisku.

Kutarik rambut Karim dan kudekatkan wajahnya pada penisku yang kini dengan ganas kukocok dengan cepat.

“Nggh.. nggh..” gumam Karim sambil membuka mulutnya dan menjulurkan lidahnya keluar. Sangat dekat dengan kepala penisku.

“Errrgghh…” geramku sekali lagi saat penisku hendak memuntahkan semua isi cairan spermanya keluar. Saat itulah tembakan demi tembakan sperma kental langsung menyembur ke dalam mulut Karim yang terbuka. Beberapa tetes membasahi permukaan lidahnya. Karim menggelinjang berusaha menampung seluruh cairan spermaku dan menelannya. Tanpa kusangka-sangka, kepalanya bergerak dan mulutnya langsung mengulum penisku yang dalam keadaan sangat sensitif itu hingga tubuhku gemetar.

“Ouuuh.. hhrrr… hhh..” Aku mengerang saat Karim melakukan itu.

Aku memuji permainan Karim. Kuangkat kepalanya dan kuhujani ciuman bertubi-tubi pada wajahnya sebagai pujian atas pelayanan yang dia berikan padaku.

“Karim emang hebat.. bikin abang puas..” pujiku.

“Kayaknya abang emang harus mandi lagi deh, heheh..” godanya.

Aku tersenyum dan menampar mesra pipinya.

***

Aku dan Karim semakin dekat. Kadang-kadang kami berdua menghabiskan waktu di ladang setelah Karim pulang sekolah. Tentu saja kami tak berbuat macam-macam di situ karena khawatir akan diketahui banyak orang. Di rumahpun aku dan Karim berusaha agar tak terlalu mengumbar kemesraan sehingga neneknya mencurigai kami. Kami benar-benar mencari waktu yang tepat untuk bertemu dan melampiaskan rindu sekaligus nafsu. Gejolak dan semangat muda remaja seperti Karim membuatku merasa lebih bergairah. Aku benar-benar jatuh hati padanya.

“Kamu bentar lagi ujian akhir, kan?” tanyaku pada Karim.

Sore itu kami berdua sedang berada di saung. Baru saja kami memetik mangga-mangga terakhir di musim panen ini. Karim tiduran di sudut sambil membaca buku pelajarannya. Aku sendiri iseng menyibukkan diri dengan meraut bambu dengan pisauku, entah akan kubikin apa.

“Iya bang.. doain ya biar Karim lulus,” katanya tanpa beralih dari halaman buku yang dibacanya.

Aku lalu berniat iseng menggodanya. “Tapi belajar melulu bikin enggak ngelirik abang lagi, nih…” kataku sambil mendekat dan perlahan menarik bukunya dari tangan Karim.

“Ah.. abang iseng! Karim kan mau belajar!” protesnya kesal.

“Yaudah.. Abang dicuekkin nih.. cari yang laen ah..” ledekku.

“Ih Bang Rosyid ngambek.. sini-sini.. Karim enggak cuekkin lagi deh,” katanya sambil menarik kepalaku dan kamipun berciuman.

***

Saat aku dan Karim pulang sambil bersenda gurau, aku terkejut melihat dua buah kopor besar berada di depan pintu rumahku. Aku dan Karim berpandangan heran. Lalu aku segera menuju pintu depan rumahku mencari tahu siapa pemilik kopor itu. Jantungku berdebar kencang dan perasaanku menjadi sangat tidak enak.

Aku berkeliling rumahku yang masih dalam keadaan terkunci mencari tahu siapa pemilik kopor itu. Betapa terkejutnya aku saat kulihat Nenek Karim berada di teras rumahnya bersama seorang wanita yang sangat kukenal. Dia yang tadinya mengobrol dengan Nenek Karim dan membelakangiku, menoleh saat menyadari kehadiranku. Wanita itu tersenyum. Dia adalah istriku.

“Bang.. Yus pulang…” kata wanita itu pelan nyaris menangis.

Aku tak bisa berkata apa-apa. Kulihat Karim. Diapun berdiri mematung dengan wajah yang sama terkejutnya…

0 komentar:

Posting Komentar