Cerita Gay Melayu Malaysia,Indonesia & Singapore.

Rabu, 24 Februari 2016

BANG ROSYID DITINGGAL ISTRI 3

SEKARANG giliran aku yang menghindari Bang Rosyid sejak kejadian lalu. Aku menghentikan kebiasaanku nongkrong di teras rumah “menunggu” kedatangan Bang Rosyid setiap sore dan lebih suka bersembunyi di dalam kamar.

“Mangganya udah mateng, Syid? makasih ya? nanti Nenek kupasin buat Karim,” kata Nenek di luar yang suaranya sayup-sayup kudengar dari dalam kamar.

“Iya, Nek. Tumben si Karim enggak belajar lagi di luar? udah pintar?” kata Bang Rosyid.

“Enggak tahu tuh, belakangan si Karim kalau pulang sekolah langsung masuk kamar, jarang keluar…” kata Nenek.

“Oh, gitu ya, Nek? kalau gitu, Rosyid masuk dulu,” kata Bang Rosyid

Aku menenggelamkan wajahku ke bantal.

*

Malam harinya, aku mendapat SMS dari Bang Rosyid.

“Kamu marah sama abang? marah kenapa?”

Lama aku menatap layar ponsel sambil menimbang-nimbang apakah harus membalas pesan dari Bang Rosyid atau tidak.

Sesaat kemudian aku menghela nafas dan mulai mengetikkan beberapa kalimat.

“Kayaknya kita enggak usah deket lagi, Bang. Karim enggak enak sama istri abang.”

Kulempar ponselku ke atas ranjang seakan tak ingin tahu balasan apa yang akan dikirimkan oleh Bang Rosyid. Tapi karena penasaran, aku masih meliriknya.

Jantungku mencelos ketika layar ponselku menyala. Balasan dari Bang Rosyid. Aku memungut kembali ponselku.

“Tapi abang kangen.” balasnya.

Ada sebuah perasaan menyelusup ke dadaku yang membuatnya terasa hangat saat kubaca sms balasan dari Bang Rosyid. Segera kuketik balasannya pada ponselku.

“Terus, Karim harus gimana?”

Tak lama Bang Rosyid membalas.

“Nenek kamu udah tidur? ke sini Rim, pintu dapur abang enggak dikunci.”

Mendadak semua usahaku menghindari Bang Rosyid selama ini menjadi sia-sia. Aku segera merapikan pakaianku dan mengendap-endap keluar rumah lewat pintu dapur agar nenekku tidak terbangun.

Perlahan kubuka pintu dapur Bang Rosyid dan berjalan masuk tanpa menimbulkan suara.

“Bang?” sahutku ketika sampai di depan kamarnya.

“Masuk, Rim…” kata Bang Rosyid.

Aku menuruti suruhan Bang Rosyid. Kulihat dirinya masih duduk di depan laptopnya yang masih menyala. Wajahnya terlihat aneh.

“Abang lagi apa?” tanyaku.

Bang Rosyid tak menjawab. Dia menatapku sesaat, kemudian dia berdiri dan menghampiriku.

Aku terkejut ketika Bang Rosyid memelukku dengan erat. Pelukan yang bukan terasa seperti seorang abang kepada adiknya. Pelukan bergairah.

“Bang? Abang kenapa?” tanyaku.

Bang Rosyid tak menjawab. Dia kemudian merangkulku mesra dan mulai menciumi leherku walau cumbuannya serba tanggung dan penuh keragu-raguan. Kurasakan penis Bang Rosyid di balik celananya yang sepertinya sudah mengeras sejak lama menekan perutku.

Aku mencoba mengimbangi pelukan Bang Rosyid. Tapi aku tetap mencari tahu perubahan sikapnya. Kulirik layar laptop Bang Rosyid. Rupanya ada jendela chat terbuka di situ dan ada nama istri Bang Rosyid. Sempat kulihat isi chat terakhir istri Bang Rosyid. “Sekian pertunjukkan stripteasnya ya bang.. hahaha.. mudah-mudahan abang enggak tegang.. love you abangku ganteng..”

Jadi.. mungkinkah Bang Rosyid sedang horny gara-gara melihat istrinya melakukan hal erotis melalui web? tanyaku dalam hati.

“Bang.. abang beneran kangen Karim?” tanyaku.

Bang Rosyid hanya mengangguk cepat beberapa kali tanpa menjawab. Dia kemudian membimbingku ke ranjang dan merebahkan aku. Mata kami berdua saling bertatapan. Saat aku beranikan diri mengangkat kepalaku untuk menciumnya, Bang Rosyid tiba-tiba menghindar. Aku menjadi keheranan.

“Karim.. kamu kangen Abang kan?” tanyanya parau.

“I.. iya bang..”

“Kalau gitu, bantuin abang ya?” tanyanya sambil mengulurkan tangannya ke sebelah tubuhku dan mengambil sesuatu.

“A.. apa itu bang?” tanyaku tak mengerti.

Kulihat Bang Rosyid menggenggam sebuah benda dari kain dan menyodorkannya padaku.

“Abang.. udah lama pengen ngewe.. tapi abang bukan homo… kalau kamu kangen sama abang.. pakai daster ini Rim.. ya? mau ya?” pintanya lirih.

Aku menatap kain bermotif bunga yang dipegang Bang Rosyid. Tangannya gemetar. Kulihat mata Bang Rosyid. Tatapannya bercampur antara takut, salah tingkah, dan sedang bernafsu.

“Ini.. baju istri abang?” tanyaku memastikan setelah menerima baju itu dari Bang Rosyid.

Kulihat Bang Rosyid tak menjawab dan hanya meneguk ludah sekali tanda kegugupan.

Tak perlu menunggu lama untukku merasa marah. Kudorong Bang Rosyid dari atas tubuhku dan kulempar baju itu ke atas ranjang.

“Maaf bang! Karim ogah pake baju cewek. Kalau Abang emang enggak tahan pengen ngewek, cari perek di kota sana Bang!!” sahutku ketus sambil keluar dari kamar Bang Rosyid.

Aku segera kembali ke rumah dengan perasaan marah. Aku benar-benar membenci Bang Rosyid sekarang.

***

Dua minggu lamanya aku tak bertemu Bang Rosyid walau kami bertetangga. Mungkin dia merasa malu setelah memintaku memakai baju istrinya saat berniat melampiaskan nafsunya padaku. Aku paham, Bang Rosyid yang sudah berumah tangga pasti tak puas hanya dengan servis oral. Aku bergidik sendiri membayangkan bila aku membiarkan Bang Rosyid mengambil keperawanan anusku malam itu, maka seumur hidup akan terus kuingat “malam pertamaku” kuserahkan dengan memakai daster wanita.

Aku juga memang menghindari Bang Rosyid, itulah sebabnya klop kami berdua tak pernah bertemu muka sekian lama. Bang Rosyid masih pulang ke rumahnya. Kadang larut malam. Entah dari mana. Seringkali juga aku cemburu memikirkan yang tidak-tidak bahwa Bang Rosyid mengikuti saranku untuk mencari pelacur jika sedang horny. Ah, Bang Rosyid.. aku tidak rela.

Perubahan sikap Bang Rosyid juga dirasakan oleh Nenek. Suatu hari Nenek berbicara padaku mengenai hal itu.

“Si Rosyid itu sekarang pulang malam terus… kadang malah enggak pulang dan milih tidur di saung sawah. Katanya ngejagain kebunnya yang sudah mau panen buahnya… Nenek khawatir dia sakit,” kata Nenek.

“Terus, Karim harus gimana, nek? itu kan maunya Bang Rosyid,” sahutku tak peduli.

“Coba tolong kamu anterin makanan buat Rosyid, Rim.. itu nenek ada bikinin dia sup di rantang sama nasi..”

“Malam-malam gini?” tanyaku.

“Tolonglah Rim.. Rosyid itu anak baik, nenek enggak tega,” pinta Nenek.

Aku menghela nafas sambil menutup bukuku. Kuambil lampu darurat jinjing dan menyalakannya. Sambil cemberut aku mengambil rantang makanan yang disiapkan Nenek dan pamitan.

“Karim pergi dulu Nek,” kataku.

“Hati-hati ya Rim..” kata Nenek.

***

Perjalanan menuju kebun Bang Rosyid ditempuh agak lama. Aku harus melewati sungai dan hutan bambu yang gelap. Aku bukan anak penakut, hanya saja nyaliku sepertinya akan berkurang jika harus kembali lagi lebih larut malam.

Saung Bang Rosyid terletak di pinggir sawah berbatasan dengan kebunnya dan jauh dari rumah penduduk. Aku melihat saung dari bilik dan bambu itu dalam keadaan kosong namun lampu listrik temaram masih menyala dan terdengar sayup suara musik dari pengeras suara kecil.

“Bang?” tanyaku.

Aku mendekat. Hanya ada pakaian dan celana Bang Rosyid dan sarungnya di situ.

“Karim?” tanya sebuah suara.

Aku terperanjat dan menoleh. Rupanya Bang Rosyid baru saja kembali dan hanya mengenakan handuk yang melingkar di pinggangnya.

“Eh, Bang… dari mana?” tanyaku berusaha menghilangkan kegugupan.

“Abis mandi di pancuran, Rim. Malam ini gerah betul. Kamu ngapain malam-malam ke sini?” tanya Bang Rosyid.

“Um.. ini bang.. Nenek ada titip makanan buat abang..” kataku sambil mendorong rantang yang kubawa ke dekatnya.

Bang Rosyid terdiam dan menatapku.

“Kenapa bang?” tanyaku heran.

“Enggak apa-apa. Kirain kamu ke sini emang niat sendiri ketemu abang..” kata Bang Rosyid sambil memakai kembali kausnya tanpa melepas handuknya.

Aku mengangkat bahu.

“Hmm.. sop nenek kamu kayaknya enak, nih. Temenin abang makan sama-sama ya?” ujar Bang Rosyid sambil membongkar rantangan dari nenek.

“Enggak usah bang, abang aja yang makan. Karim udah..” tolakku.

Bang Rosyid tak memaksa. Dengan lahap dia memakan nasi dan sup buatan nenek. Aku melihatnya sambil tersenyum.

Setelah selesai makan Bang Rosyid malah kembali murung.

“Loh, kenapa bang? enggak enak ya?” tanyaku.

Sesaat Bang Rosyid terdiam.

“Enggak Rim.. Abang ngerasa bersalah sama kamu gara-gara kemarin itu… sekarang abang juga lagi enggak deket sama istri abang. Dia kebanyakan menghindar dan abang juga kayak menjauh dan jarang online lagi. Makanya abang lebih suka di sini.. sendirian.. Maafin abang, ya?” pinta Bang Rosyid tulus.

“Asal abang tahu.. Karim belum pernah..” aku terbatuk lalu melanjutkan “dan terus terang Karim suka sama abang.. tapi Karim pengen Abang tetep anggap Karim ya Karim.. bukan orang lain..”

Bang Rosyid menatapku sayu.

“Dan kalau Abang kangen beneran sama Karim.. Karim mau?” tanya Bang Rosyid dengan suaranya yang terdengar sangat romantis.

Aku meneguk ludah. Jantungku berdesir kencang saat Bang Rosyid mendekatkan wajahnya pada wajahku. Kurasakan wajahku memanas tak berani menatap wajahnya.

Kurasakan telapak tangan Bang Rosyid mengusap pipiku lembut. Hembusan nafasnya yang hangat terasa di telingaku saat dia berbisik, “Abang kangen Karim.. ajarin abang gimana caranya…”

Tubuhku terasa mau meleleh. Kubiarkan Bang Rosyid mencium pipiku. Aku pasrah saat Bang Rosyid meloloskan kausku hingga aku bertelanjang dada. Dia lalu mendekatkan bibirnya pada leherku. Bang Rosyid yang terlihat tak bercukur selama beberapa hari membuatku geli bercampur nikmat saat rambut tajam di atas bibir dan dagunya menggesek kulitku ketika dia menciumi leherku.

“Hh… bang..” aku mendesah.

Bang Rosyid semakin bersemangat ketika melihat reaksiku atas perbuatannya. Cumbuannya semakin bergeser dan tubuhnya mulai menindihku.

Aku harus menggigit bibir menahan mulutku agar tak berteriak keenakan ketika Bang Rosyid mengisap putingku.

“Ngggg… nggg…” erangku tertahan sambil mencengkeram bahu Bang Rosyid.

Aku hendak berinisiatif untuk gantian mengisap puting Bang Rosyid. Namun rupanya Bang Rosyid ingin mengendalikan permainan malam ini dan membiarkanku tak berkutik.

Ditahannya kedua lenganku dan dia mulai menjilati bagian bawah ketiakku. Aku memekik pelan. Enak sekali. Lidah Bang Rosyid menari-nari di atas kulitku. Menekan, menjilat, mengusap bagian sensitifku di ketiak dan putingku berulang kali hingga aku menggeliat liar.

Lama sekali Bang Rosyid melakukan itu sampai aku nyaris kehabisan nafas. Dia lalu menatapku lekat-lekat.

“Jadi.. selanjutnya abang masukin kamu di situ..?” tanyanya.

Aku mengangguk. Bang Rosyid dengan nakal menggesek-gesekkan penis dibalik handuknya pada selangkanganku. Aku lalu menarik baju Bang Rosyid hingga dia kembali bertelanjang dada.

“Tapi enggak ada pelumasnya bang.. enggak kayak itu..” ujarku malu-malu mengatakan vagina.

“Jadi harus dibasahin dulu, gitu?” tanya Bang Rosyid polos.

“Iya bang.. sini Karim basahin dulu punya abang di mulut Karim..” tawarku.

Tapi Bang Rosyid menggeleng. Dia malah menarik celana pendekku hingga aku telanjang bulat. Dibukanya pahaku lebar-lebar namun aku pasrah.

“Waah.. kamu mulus juga ya Rim? lobangnya juga sempit.. kalo kontol abang bisa masuk sini kayaknya bakalan enak nih..” goda Bang Rosyid yang kepalanya kulihat di balik selangkanganku sedang memerhatikan lubang anusku.

“Tapi pelan-pela.. aw!” aku memekik ketika Bang Rosyid tiba-tiba meludah tepat pada lubang anusku hingga terasa lembab dan basah.

“Abang…” desahku kemudian saat kurasakan lidah Bang Rosyid menjilat lubang anusku dan menekan-nekannya hingga aku merasa sangat keenakan. Kulihat penisku menegang dengan maksimal.

Beberapa kali Bang Rosyid mengeluarkan liurnya dan membuat pantatku terasa sangat basah dan lembab. Akhirnya Bang Rosyid bangkit dan kembali berada di atasku.

“Kayaknya udah cukup pelumasnya.. kalau kamu masih sakit, resiko ya..” seringai Bang Rosyid nakal.

“Ah.. Abang.. ahkk..” Kakiku menegang keras dan tubuhku serasa tertarik-tarik ototnya ketika Bang Rosyid mulai berusaha memasukkan penisnya yang juga telah tegang itu ke dalam anusku.

Aku menatapnya sayu sambil mendesah lirih berharap pada Bang Rosyid untuk melakukannya pelan-pelan karena ini adalah kali pertamaku. Bang Rosyid menatapku mencoba mencari tahu reaksiku ketika batang penisnya sedikit demi sedikit melesak masuk ke dalam anusku.

“Sshh.. pelan-pelan bang..” desisku sambil mencengkeram lengan kekar Bang Rosyid ketika gerakannya terlalu cepat mendorong hingga aku merasa perih. Kulihat mata Bang Rosyid membelalak lebar. Mulutnya sedikit terbuka seakan tak percaya dengan sensasi yang baru saja dia rasakan.

“Pelan pelan bang… pelan-pelan.. biarin agak lama dulu di dalam..” pintaku. Bang Rosyid mencium bibirku dengan penuh nafsu. Dia tahu, hal itu membuatku merasa dibutuhkan dan disayang hingga tubuhku lebih rileks.

“Enak bang?” godaku manja sambil menatapnya sayu.

Bang Rosyid meneguk ludah tak menjawab.

“Kamu gak sakit?” tanyanya kemudian.

“Sedikit perih bang.. tapi gak papa.. asal abang enak, Karim jadi seneng…” kataku jujur.

“Trus bikin enaknya kamu gimana? abang nggak mau enak sendiri nih.. jepitan pantat kamu enak banget soalnya..” tanya Bang Rosyid.

“Mungkin kalau abang nusuknya lebih dalem bakal kena bagian enak Karim..” usulku.

“Kayak gini?” tanya Bang Rosyid sambil perlahan menarik kembali penisnya lalu secara tiba-tiba menghujamkannya kembali ke dalam pantatku.

“Ouw!” pekikku keenakan. Bang Rosyid berhasil menghajar titik kenikmatan di dalam tubuhku.

“I.. iya bang.. kayak gitu.. enak..” desisku.

“Lagi?” tawar Bang Rosyid nakal.

Aku mengangguk.

Dan.. “OUH!!” pekikku lebih keras saat Bang Rosyid mengulang gerakannya.

Lagi dan lagi Bang Rosyid menghujamkan penisnya dengan cara dihentak berkali-kali. Aku sampai mengeluarkan airmata, meringis keenakan dan akhirnya…

“Ouh.. Bang.. Karim keluar..” erangku sambil menyemburkan sperma yang tumpah di dada dan perutku. Bang Rosyid takjub melihatku bisa keluar tanpa menyentuh penisku sama sekali melainkan terangsang karena sodokan penisnya.

“Sekarang giliran abang…” gumam Bang Rosyid.

“Iya bang.. Karim siap.. tusuk Karim sampe abang keluar…” pintaku.

Aku kemudian pasrah terlonjak-lonjak ketika Bang Rosyid mengangkat kakiku dan menyetubuhi anusku dengan gerakannya yang cepat. Kali ini dengan tujuan memuaskan dirinya setelah berhasil membuatku mencapai puncak orgasme.

“Ouuh… terus bang.. uuuh.. hh.. kontol abang enak…” gumamku menyemangati Bang Rosyid.

“Arrrgh….” Bang Rosyid kemudian mengerang sambil menusukkan penisnya dalam-dalam. Aku menggelinjang dan mendesah nikmat saat anusku terasa hangat dan basah oleh semprotan lahar sperma Bang Rosyid yang tumpah di dalamnya. Pria beristri seperti Bang Rosyid yang sudah terbiasa menyetubuhi istrinya pasti akan lebih puas dan memilih untuk menyelesaikan permainan dalam lubang.

Bang Rosyid terengah. Badannya dibasahi keringat.

“Biarin dulu bang di dalam.. peluk Karim dulu.. abang hebat banget..” pujiku sambil menarik Bang Rosyid ke pelukanku sementara penisnya masih bersarang di lubang anusku.

Aku mengecup pipi Bang Rosyid yang masih terengah-engah. Kuusap rambutnya yang sedikit basah oleh keringat. Kupeluk Bang Rosyid lebih erat untuk menenangkan birahinya sambil memejamkan mata.

Aku sayang Bang Rosyid… gumamku dalam hati.

-bersambung-

0 komentar:

Posting Komentar